Senin, 29 September 2014

RUU Pilkada Kembali ke Zaman ORde Baru

Pengesahan RUU Pilkada diyakini bakal mengubah banyak hal. Tapi, satu yang pasti, UU Pilkada adalah jalan kembali ke masa Orde Baru.

"Efek pengesahan UU Pilkada akan mengubah banyak hal," kata Direktur Eksekutif Lingkaran Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti dalam sebuah diskusi di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jalan Diponegoro No. 74, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2014) petang.

Menurut Ray, secara sistem harus ada perubahan supaya ada logika yang simetris dalam tata kelola kenegaraan kita. Ia mengatakan, bila pemilihan langsung itu bertentangan dengan sila keempat Pancasila, seharunya pilpres dan pemilihan RT harus disetop.

Ray mengatakan, saat ini MPR itu bisa dikata bukan lembaga tertinggi negara. Jadi, merujuk UU Pilkada, seharusnya peran MPR dikembalikan seperti masa Orba.

"Kembalikan peran MPR ke versi lama. MPR lembaga negara yang bisa memilih presiden (seperti dahulu)," terang Ray.

Ray menambahkan, ciri-ciri pemerintahan Orba adalah punya sistem partai politik yang kuat dan negara yang kuat. Sebaliknya sektor non-negara diperlemah. Pemerintahan ini akan melemahkan sektor publik yang bisa melemahkan sistem pemerintahan. 

RUU Pilkada Tidak Akan Ngefek buat DKI Jakarta

Jakarta: Ada dua daerah khusus yang tetap menggunakan pemilihan kepala daerah secara langsung. Salah satunya Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta yang khusus untuk posisi Gubernur dan Wagub DKI Jakarta.

"Kita kan punya kekhususan, kekhususannya di situ. DKI tetap pemilihan langsung," ujar Jokowi usai menghadiri pelantikan Ketua dan Wakil Ketua DPRD DKI periode 2014-2019, di Gedung DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Jakarta, Jumat (26/9/2014).

Jokowi menambahkan, pelaksaan Pilkada langsung di Jakarta sudah diatur dalam UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersifat lex specialis atau khusus. "Sudah ada undang-undangnya, dibaca saja," kata Gubernur DKI Jakarta ini

Sementara dalam UU No 12 Tahun 2008 tentang Pemda menyebutkan selain DKI Jakarta, dua lainnya adalah Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam. Semuanya menggunakan undang-undang khusus atau lex specialis. Dalam Pasal 18 B ayat (1) disebutkan, negara memberikan pengakuan dan menghormati satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus dan istimewa.

Aksi tunggal tersebut tidak mendapatkan pengawalan ketat dari kepolisian dan sempat membuat arus lalu lintas kacau karena aksi berlangsung pada saat arus lalu lintas padat.

Protes RUU Pilkada

Seorang kader Partai Amanat Nasional melakukan aksi "mobil mundur" di tengah lalu lintas yang ramai di Solo, Jawa Tengah, Senin (29/9/2014). Aksi tersebut dilakukannya sebagai bentuk kekecewaan terhadap pengesahan RUU Pilkada oleh DPR RI.

Aksi tunggal tersebut pun mencuri perhatian pengguna jalan karena kader bernama Bambang Saptono itu sempat membuat arus lalu lintas terganggu. Aksi Bambang Saptono, kader PAN Kota Surakarta, dilakukan di ruas jalan utama Kota Solo, Slamet Riyadi, tepatnya di Bundaran Gladag.

Mobil Honda jenis CRV warna hitam yang dikendarainya sudah dihiasi dengan poster bertuliskan "Pilkada Melalui DPRD, Kemunduran Demokrasi". Bambang segera masuk ke dalam mobil dan memundurkan mobilnya, melawan arus lalu lintas yang satu arah ke timur.

Menurut dia, aksi mobil berjalan mundur tersebut adalah simbol kemunduran demokrasi di Indonesia setelah disahkannya RUU Pilkada oleh DPR RI beberapa waktu lalu.

"RUU Pilkada adalah bentuk perampasan hak rakyat dan rakyat diberangus karena tidak bisa lagi berperan langsung menentukan pemimpinnya," katanya.

Jokowi: Pilkada lewat DPRD Rugikan Rakyat, Ajukan ke MK Saja

Setelah UU Pilkada disahkan, rakyat tidak bisa memilih kepala daerahnya secara
langsung melainkan lewat DPRD. Presiden terpilih Joko Widodo menganggap pengesahan ini merugikan rakyat sebagai pemilih.

"Saya kira rakyat melakukan judicial review ke MK. Karena kan yang dirugikan rakyat. Yang dirugikan pemilih," kata Jokowi usai menghadiri Reuni Pena 98 di B Hotel, Denpasar, Bali, Sabtu (27/9/2014).

Oleh sebab itu, Jokowi menilai wajar bahwa masyarakat akan berbondong-bondong menggugat ke MK. "Jadi, ajukan saja ke MK," ucap Gubernur DKI Jakarta ini. 

Sejak awal, Jokowi sudah menolak Pilkada lewat DPRD. Sejumlah alasan yang ia kemukakan adalah soal proses yang tidak transparan dan kualitas pemimpin yang dihasilkan. Selain itu, sosok Jokowi dan pemimpin sukses di daerah lain adalah contoh nyata produk Pilkada langsung.

Jokowi hadir di reuni eks aktivis 98 dan sempat memberikan sambutan. Ia banyak mengungkapkan tentang visinya menjadi presiden. Dalam kesempatan itu, mantan Wali Kota Solo ini diangkat sebagai anggota kehormatan ormas bentukan Pena 98.


Minggu, 28 September 2014

Seasembada Pangan Rakyat

Presiden terpilih Joko Widodo merasa optimistis Indonesia dapat mencapai swasembada pangan dalam waktu tiga atau empat tahun masa pemerintahannya.

"Saya ndak tau hitung-hitungan pokja tani di tim gimana. Tapi saya hitung angka tiga hingga empat tahun bisa kita capai," ujar dia pada pembubaran 26 pokja di kantor transisi, Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (28/9/2014) malam.

Jokowi mengatakan, kondisi ketersediaan dan pemerataan pangan di Indonesia belum bisa tercapai. Sebab, pengembangan potensi hasil pertanian di seluruh daerah di Indonesia tidak menjadi fokus pemerintah.

Di eranya nanti, lanjut dia, pembangunan infrastruktur pendukung pertanian hingga ke penyediaan lahan menjadi fokusnya. Menurut Jokowi, Indonesia terlambat berpuluh-puluh tahun dibandingkan dengan negara lain soal hal tersebut. 

"Kebetulan saya dan Pak JK punya tipikal yang sama. Kita pengin semua cepat diselesaikan. Karena kita sudah terlambat," lanjut Jokowi. 

Bahkan, dengan ruang fiskal dalam RAPBN 2015 yang sangat sempit, Jokowi tetap optimistis swasembada pangan dapat tercapai. Sumber pendanaan demi mencapai swasembada, kata Jokowi, bisa didapatkan dari berbagai cara, misalnya dari investor lokal atau asing.

Jumat, 26 September 2014

Peninggalan Pak SBY untuk Indonesia: Pilkada Tak Langsung

ikap Partai Demokrat yang walkout dari sidang paripurna pengesahan RUU Pemilihan Kepala Daerah, Jumat (26/9/2014) dini hari, membuat publik kecewa. Setidaknya, itu yang terekam dari sejumlah postingan status di media sosial Twitter, sejak dini hari hingga pagi ini.
Ketua Umum DPP Partai Demokrat yang kini masih menjabat Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono, dianggap tak meninggalkan legacy yang berkesan di akhir masa jabatannya. Berikut sejumlah cuplikan kekecewaan yang disampaikan langsung kepada SBY melalui Twitter, yang diposting pada Jumat pagi:

@almaujudy: Peninggalan Pak @SBYudhoyono untuk Indonesia, Pilkada Tak Langsung. Udah Pak gak perlu nyalon jadi Ketua Umum PBB.”

@titianggraini Yg harus bertanggung jawab atas mundurnya demokrasi Indonesia a/ Gamawan Fauzi & @SBYudhoyono. Bapak2 anda yg menabuh genderang RUU Pilkada!

@rasamanda Demokrasi indonesia telah mati.. Terimakasih @SBYudhoyono dan para dewan terhormat anda telah membunuhnya..

Sejak awal, Partai Demokrat menyatakan mendukung pengubahan mekanisme pemilihan kepala daerah dari langsung menjadi melalui DPRD. Sekitar dua pekan lalu, melalui Youtube, secara tegas SBY mengatakan, ia menangkap publik yang masih menginginkan pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung. Demokrat akan mengikut arus publik.

Pekan lalu, Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan, menggelar jumpa pers di Gedung DPR, dan menyatakan bahwa partainya mengubah sikap politiknya dengan mendukung pemilihan secara langsung. Sikap ini dipilih juga berdasarkan arahan SBY. Dengan catatan, ada 10 syarat yang diajukan sebagai perbaikan pelaksanaan pilkada langsung dan harus dimasukkan dalam draf RUU Pilkada. Hingga hari pengesahan, ada satu syarat yang tidak bisa diakomodir yaitu ketentuan mengenai keputusan lulus atau tidak lulus calon kepala daerah setelah dilakukan uji publik.

Demokrat pun meminta ada opsi ketiga sebagai pilihan voting dalam pengambilan keputusan. Opsi ketiga itu adalah, pilkada langsung dengan 10 syarat yang diajukan Demokrat. Sementara dua opsi lainnya, opsi pilkada langsung dan tidak langsung.

Permintaan Demokrat didukung tiga fraksi yang mendukung pilkada langsung yaitu PDI Perjuangan, Hanura, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Ketiga fraksi ini meminta pimpinan sidang paripurna yang di bawah kendali Priyo Budi Santoso, untuk meloloskan permintaan Demokrat. Mendapatkan dukungan ini, Demokrat yang diwakili Benny K Harman justru menunjukkan ekspresi terkejut. Kemudian, Demokrat memilih sikap walkout dengan alasan pimpinan sidang tak memenuhi permintaannya untuk memuat opsi ketiga.

Anggota Fraksi PDI-P Yasona H Laoly menduga, skenario yang dilakukan Demokrat bagian dari rekayasa politik kelompok yang menginginkan pilkada melalui DPRD. PDI-P merasa ditipu, karena dalam forum lobi, dukungan telah disampaikan kepada Demokrat dan menjadi bagian dari hasil lobi.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti pun menilai, sejak awal Demokrat memang ingin cuci tangan dari polemik RUU Pilkada.

“Mengeluarkan isu sepuluh poin sekitar sepuluh hari sebelum rapat paripurna jelas merupakan jalan berkelit untuk tidak menyetujui pilkada langsung. Cara-cara PD seperti ini sudah terbaca sejak awal,” kata Ray, Jumat (26/9/2014) dini hari.

Ray mengatakan usul soal 10 syarat itu mencurigakan, karena kesepuluh poin tak pernah ada dalam draf RUU Pilkada yang diajukan Pemerintah. Meski draf tersebut diajukan oleh Kementerian Dalam Negeri, inisiasi Pemerintah tersebut tetap berada di bawah komando Presiden yang juga adalah Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono.

DPR RI Putuskan Pemilihan Kepala Daerah Melalui DPRD

Rapat Paripurna DPR RI, Jumat dini hari ini, 26 September 2014, akhirnya memutuskan bahwa mekanisme pemilihan kepala daerah adalah tidak langsung, atau melalui legislatif, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Dengan demikian, Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) telah disepakati dengan partisipasi 361 anggota parlemen yang hadir.

"Rapat paripurna memutuskan untuk substansi ini adalah melalui DPRD," ujar Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso selaku pimpinan sidang Rapat Paripurna.

Pilkada langsung oleh rakyat didukung oleh 135 anggota yang hadir. Terdiri dari Fraksi Partai Golkar 11 orang, Fraksi PDI Perjuangan 88 orang, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa 20 orang, Fraksi Partai Hanura 10 orang. Ada enam orang anggota Fraksi Demokrat yang tidak ikut aksi walk out, atau tetap berada di ruang siang Rapat Paripurna dan mendukung Pilkada langsung.

Adapun Pilkada tidak langsung didukung oleh 226 anggota. terdiri Fraksi Partai Golkar 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional 44 orang, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan 32 orang, dan Fraksi Partai Gerindra 22 orang.